Panin Life: "A Low Profile But Aggressive Life Insurance Company"
Di tahun 1998, Citicorp dan Travelers Group membuat sejarah baru.
Ini bukan sekedar merger
terbesar sepanjang sejarah, terkait dengan skala kedua perusahaan yang
memang raksasa. Citicorp, dengan Citibank di dalamnya, adalah raksasa
perbankan global dan Travelers Group merupakan salah satu raksasa
asuransi Amerika. Kedua perusahaan itu berhasil meyakinkan Kongres
Amerika Serikat untuk menghapus Glass-Steagal Act,
yang selama ini membatasi aktivitas dan bisnis berbagai lembaga
keuangan sesuai dengan koridor tertentu, yang menjadi penghalang merger
tersebut. Ketika itu lahirlah Citigroup sebagai jawaban atas mimpi
bahwa perusahaan asuransi di Amerika Serikat bisa berjualan kepada
nasabah bank dan sebaliknya bank bisa berjualan kepada nasabah asuransi
secara sinergis. Kesimpulannya, ini adalah merger antara 2 channel keuangan terbesar.
Dalam merger
tersebut, Citicorp pada akhirnya berhasil mempertahankan nama “Citi”
pada merek perusahaan gabungan, sedangkan Travelers hanya kebagian logo
payung merahnya yang diadaptasi ke logo baru Citigroup. Akan tetapi,
tidak lama setelah merger, para petinggi Travelers yang dipimpin oleh chairman-nya Sandy Weill berhasil “menyingkirkan” para petinggi Citicorp yang dipimpin chairman-nya, John Reed. Dengan demikian, ada yang beranggapan bahwa ini bukan merger, melainkan “pengambilalihan” sebuah bank oleh perusahaan asuransi.
Di Indonesia, cerita antara sinergi perbankan dan asuransi agak berbeda. Bank-bank besar di Indonesia
pada umumnya punya kepemilikan di perusahaan asuransi jiwa. Mandiri
punya 49 persen kepemilikan AXA Mandiri. BRI menjadi pemegang saham
mayoritas di Bringin Life melalui dana pensiunnya. BNI juga menjadi shareholder
utama di BNI Life. Bank-bank lainnya seperti BCA dan Bank Danamon hanya
mempunyai mitra asuransi jiwa dimana bank-bank tersebut berperan
sebagai bancassurance channel. Bank tetap merupakan pihak yang punya bargaining power yang lebih besar.
Akan
tetapi, cerita yang kebalikan justru ada di Panin Group. Tanpa banyak
diketahui orang, perusahaan asuransi jiwa PT Panin Life Tbk (PNLF) yang low profile justru
menjadi salah satu pemilik Panin Bank yang merupakan bank ketujuh
terbesar di Indonesia dari segi aset. Hal ini unik mengingat Panin Bank
dua tahun lebih tua dan mencatatkan diri di bursa setahun lebih awal
daripada Panin Life. Dengan
memiliki saham yang signifikan di salah satu bank yang konservatif tapi
punya persentase likuiditas tinggi, PNLF punya kesempatan mengontrol
keamanan pertumbuhan dana investasinya dan pada saat bersamaan punya
fleksibilitas dalam menjalankan langkah-langkah strategisnya. Selain
bisa memanfaatkan Panin Bank sebagai salah satu channel,
PNLF juga bisa leluasa melebarkan aksesnya dengan bermitra dengan
lembaga keuangan lainnya, terutama untuk menangkap dua tren, yaitu tren
menuju asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi serta tren menuju
asuransi jiwa berbasis syariah.
Aktifnya
perusahaan yang pernah masuk 200 perusahaan publik terbaik di bawah 1
miliar dollar AS (Forbes Asia, 2005) ini dalam membentuk kemitraan bisa
terlihat dari kerjasamanya dengan bank-bank syariah. Salah satunya
dengan Bank Danamon untuk menawarkan Dirham Shield sebagai asuransi perlindungan tagihan kartu kredit syariah Dirham Card. PNLF
juga menjalin hubungan strategis dengan meluncurkan produk Syariah
Medika Plus bagi para nasabah Bank Syariah Mandiri. Panin Life pun
menggandeng Bank Bukopin Syariah dengan menyediakan jasa pengelolaan
asuransi Tabungan iB Rencana. PNLF bersama Manajemen Qolbu Multimedia
juga meluncurkan produk investasi unit link berbasis syariah yang dilengkapi perlindungan asuransi syariah berbasis perencanaan keuangan yang diberi nama Tuntas Madani.
Dengan pendekatan multi-channel partnership,
PNLF semakin dikenal lebar jangkauannya dalam menawarkan produk-produk
baru terkait investasi dan berbasis syariah kepada konsumen selain
produk asuransi konvensional.
0 komentar:
Posting Komentar