Uang memegang peranan penting dalam urusan duniawi. Tak sedikit yang
mengatakan uang adalah segala-galanya, karena dengan memiliki uang
melimpah kita bisa membeli semuanya, bahkan mengatur hidup orang lain.
Hidup bahagia dengan uang. Namun, tak semua pandangan itu benar. Ada
pula, orang yang memiliki uang melimpah, namun hidupnya tetap saja tak
bahagia. Di satu sisi, ada juga orang yang memiliki uang pas-pasan,
tetapi menikmati hidup dengan suka cita.
Setiap orang memiliki berbagai cara untuk memperoleh uang. Ada yang
bekerja keras, menjadi seorang wiraswasta, atau menipu orang lain. Cara
terakhir tak mungkin kita terapkan, karena bertentangan dengan norma
sosial.
Bekerja atau membuka usaha menjadi satu cara memperoleh uang atau
pendapatan. Akan tetapi, persoalan kembali muncul, saat kebutuhan hidup
kian pendapatan yang kita peroleh tak lagi mencukupi.
Perencana keuangan dari Shildt Financial Planning Risza Bambang
mengatakan kerap kali orang tak mampu mengukur diri memenuhi kebutuhan
hidup, karena tidak mampu menghitung posisi aset yang dimiliki saat itu.
“Makanya saya sering sebut, orang yang memiliki uang banyak tetapi
utangnya juga menumpuk, pada dasarnya dia bangkrut. Utang itu bukan
harta, karena pembayarannya yang bisa dicicil seolah bisa dianggap
harta,” ujarnya.
Oleh sebab itu, dia memberi masukan kepada masyarakat yang memiliki
pendapatan tetap maupun yang tingkat pemasukannya naik turun setiap
bulan, agar benar-benar mengetahui posisi keuangan yang dimiliki saat
ini.
Langkah berikutnya, menetapkan tujuan keuangan, misal mulai
mempersiapkan biaya pendidikan anak. Nominal yang disiapkan harus
terukur dengan melakukan hitung-hitungan kotor, taruhlah kebutuhan
pendidikan anak Rp20 juta.
“Jangan sekali-kali mempunyai pola pikir kita bekerja hanya untuk
mencari makan, karena orang hidup harus memiliki tujuan,” katanya.
PENDAPATAN TIDAK TETAP
Nah, masalah yang biasanya dihadapi orang yang pendapatannya tidak
tetap adalah kekurangan dana. Suatu saat pendapatan sebulan tinggi,
karena target penjualan terpenuhi sehingga tak masalah dengan kebutuhan
yang harus dicukupi.
Kadang pula, pendapatan bulanan itu tiba-tiba turun drastis.
Menghindari hal ini, dia menyarankan melakukan proyeksi tertulis dan
membuat pembukuan, sehingga apa yang dibutuhkan dapat dipersiapkan
dananya.
Sebagai contoh, sebuah keluarga saat ini memiliki dana pendidikan anak
sebesar Rp 5 juta, namun untuk kebutuhan pendidikan anak lebih tinggi
lagi pada 2015 dibutuhkan dana Rp 20 juta.
Melihat selisih Rp 15 juta tersebut, dia harus mempersiapkan dana untuk empat tahun kedepan sebesar Rp 15 juta.
Dengan demikian kita mengetahui berapa jumlah dana yang dibutuhkan
secara keseluruhan, kapan dana tersebut digunakan, bagaimana cara
mengumpulkan dananya, kemana dana tersebut akan diinvestasikan, serta
bagaimana mengantisipasi risiko-risiko yang berpotensi muncul.
"Jangan melakukan cara-cara lain yang tidak terdapat dalam rencana.
Misalnya nih, lagi pergi belanja. Kebutuhan yang tertulis di daftar beli
barang A, namun pada kenyataannya membeli barang B. Jangan sampai
terjadi,” jelasnya.
Hal ini merupakan penyimpangan dalam perencanaan keuangan, sehingga
bisa membuat apa yang dibutuhkan tertunda untuk terbeli atau bisa
sebaliknya malah tidak jadi terbeli.
Terakhir, memastikan seluruh rencana keuangan berjalan sesuai alur yang
disusun. Dengan demikian, saat muncul selisih dari rencana yang disusun
atau terdapat kesulitan dapat segera ditemukan, sehingga langkah
perbaikan menjadi lebih tepat berdasarkan data yang akurat.
Arya Permadi dari One Consulting menambahkan prioritas mengelola
keuangan yang harus diperhatikan adalah menempatkan pos pengeluaran
rutin dan pengeluaran tidak rutin.
Pengeluaran rutin dapat dirunut dari mulai cicilan utang yang bersifat
jangka pendek hingga yang sifatnya jangka panjang. “Cicilan jangka
pendek karena biaya keterlambatan cicilan umumnya lebih tinggi dibanding
yang lain,” katanya.
Selain itu, pos pengeluaran rutin mencakup biaya sekolah anak, mulai
dari biaya kursus, operasional rumah tangga, dan lain-lain.
Adapun untuk pos pengeluaran tidak rutin, mencakup pengeluaran yang
bisa ditunda dan tidak menimbulkan efek apapun pada aktifitas
sehari-hari, seperti membeli pakaian, berlibur, atau nonton.
Mengatur keuangan bukan berarti pelit, tetapi mendisiplinkan gaya hidup agar tetap bahagia.